Sinopsis Nightmare Teacher Episode 8


Sebelumnya:

Cheon Jae Su adalah murid terpintar ke-2 setelah Ye Rim. Namun rupanya ia tidak puas menempati peringkat ke-2 hingga ia menyontek saat ujian.  Guru Han mengetahui hal itu (apa sih yang dia ngga tau ;p) dan membuat Cheon Jae Su menjadi target berikutnya.

Ia berkata ia akan memaafkan Jae Su asalkan Jae Su mengerjakan ujian di hadapannya tanpa menyontek. Sebelumnya ia memberi sekaleng minuman untuk diminum Jae Su. Minuman itu tidak bermerk, hanya ada gambar kepala manusia (dengan sketsa otak di dalamnya) dan tanda seru.

Begitu Jae Su meminum obat tersebut, ingatannya meningkat pesat. Tentu saja ia ingin meminumnya lagi dan bersedia mengikat kontrak dengan Guru Han.

Cerita selengkapnya bisa dibaca di Kheartbeat

Sinopsis Episode 8:

Setelah Jae Su menandatangani kontrak, Guru Han berkata di ujung koridor lantai 3 ada sebuah mesin minuman. Jae Su bisa mendapatkan minuman tersebut di sana.

Jae Su menemukan mesin tersebut dalam keadaan mati dan hanya ada satu kaleng minuman daya ingat di sana. Ia pikir mesin itu rusak, tapi tiba-tiba mesin itu menyala.

Jae Su memasukkan uang koin dan minuman itu keluar. Ia teringat peringatan dari Guru Han.

“Satu hari satu kaleng. Ingat, jangan minum terlalu banyak. Hanya 1 kaleng sehari.”

Jae Su meminumnya, tanpa menyadari kalau kabel mesin minuman itu tidak tersambung pada listrik.


Ketika ujian, ia yang paling cepat selesai. Teman-teman mendatanginya untuk meminta diajari soal-soal yang sulit. Termasuk Ye Rim.

“Tumben, istriku menyimak murid peringkat 2?” olok Sang Woo. Ia langsung mendapat hadiah sikutan dari Ye Rim.

Tiba-tiba Ye Rim mendengar suara wanita: “Kang Ye Rim….Kang Ye Rim…kau bodoh.”

Ye Rim menoleh mencari siapa yang mengatakannya. Tapi teman-temannya sedang sibuk menyimak Jae Su dan mereka sepertinya tidak mendengar suara itu.


Jae Su terus meminum minuman daya ingat itu. Setelah meminumnya ia pergi ke perpustakaan meng-scan buku-buku yang ada di sana. Ia selalu menjadi yang pertama selesai dalam ujian. Ia tidak peduli meski hidungnya mengeluarkan darah karena terlalu memaksakan diri. Dan sahabatnya Gi Tae yang mulai merasakan ada yang aneh pada Jae Su.

Hingga suatu ketika Gi Tae mendatanginya dan memintanya satu nyawa. Jae Su menatapnya bingung.

“Jangan bilang kau takut rekormu kukalahkan,” Gi Tae cemberut, “Kau pelit sekali. Padahal aku sering memberimu nyawa. Aku benar-benar kecewa.”

Jae Su semakin bingung dan bertanya apa yang Gi Tae bicarakan. Gi Tae menunjukkan sebuah  game ponsel. Ia berkata peringkat Jae Su mengalahkannya dalam game tersebut.

“Game?” Jae Su tampaknya tidak ingat sama sekali pada game itu. Gi Tae mengira Jae Su pura-pura karena tidak mau memberinya nyawa. Ia pergi dengan kesal.


Barulah Jae Su menyadari ada yang salah pada dirinya. Ia melihat di jarinya ada peringatan: “Sehari 1 kaleng. Kalau tidak, ingatanmu akan hilang.”

Masalahnya…ia tidak ingat apakah ia sudah meminumnya hari ini atau belum. Ia juga lupa nama-nama teman sekelasnya. Ia bahkan tidak ingat pernah bertemu mereka.

Kalau sebelumnya ia menaruh contekan di tangannya, sekarang ia menuliskan semua nama temannya di lengannya. Hal-hal yang ia lupakan ia tulis di tangannya.

Guru Han tersenyum saat melihat Jae Su.

“Ingatan yang dihapus adalah harga yang harus kaubayar. Lagipula ingatan yang lainnya jauh lebih penting.”

Tapi apakah hal yang berharga itu? Hal-hal apa yang pantas untuk diingat? Jae Su bertekad untuk mengingatnya.


Gi Tae menemukan Jae Su duduk termenung di lapangan indoor sekolah. Ia melihat kaleng minuman daya ingat di lantai dengan isi berceceran. Setengah bergurau ia bertanya apa yang diminum Jae Su.

“Membuatmu jadi rajin belajar ya? Kalau punya yang seperti itu, bagi dong!”

Jae Su hanya diam seperti memikirkan sesuatu. Gi Tae memanggilnya dan bertanya apakah Jae Su tidak apa-apa.

“Apa kau dengar apa yang kukatakan?” tanyanya.

Jae Su menatapnya.


“Go Gi Tae dari kelas 2-3. Ranking 27 dari 30 siswa. Menyerah pada Matematika, hanya menyukai Sastra. Menyukai basket,” kata Jae Su seperti membaca berita.

Gi Tae benar-benar sahabat yang baik. Ia tidak memperlihatkan kalau ia merasa aneh dengan sikap Jae Su. Ia membenarkan kata-kata Gi Tae dan bertanya film apa yang mereka tonton minggu lalu.

Jae Su terlihat bingung. Ia berusaha menjawab kalau mereka menonton film action minggu lalu.

“Minggu lalu kita tidak menonton,” kata Gi Tae. “Kita sekarang kelas 2. Tidak bisa sering-sering keluar menonton film. Setiap hari kau les privat di sekolah, jadi aku selalu sendirian. Apa kau benar-benar tidak ingat?”

Jae Su cepat-cepat berkata ia harus pergi duluan karena besok ujian hari terakhir. Ia pergi diiringi tatapan khawatir Gi Tae.


Gi Tae mengajak Ye Rim dan Sang Woo untuk memata-matai Jae Su. Mereka pergi ke perpustakaan mengamati Jae Su. Jae Su terlihat sedang meminum minuman daya ingat.
Gi Tae menceritakan soal minuman aneh yang ia lihat. Ia berkata setelah meminum minuman  itu Jae Su jadi aneh dan ingatannya banyak yang hilang.

Ye Rim memutuskan untuk memberitahu Gi Tae mengenai keanehan di kelas mereka.
“Aku tahu ini sulit dipercaya tapi teman sekelas kita menghilang satu per satu.”


Gi Tae bingung karena merasa tak ingat ada teman sekelasnya yang hilang.

“Tuh kan, sudah kubilang tidak akan ada yang percaya,” ujar Sang Woo.

Ye Rim berkata mereka juga tidak ingat dengan teman-teman sekelas mereka yang hilang. Gi Tae semakin bingung, kalau begitu bagaimana Ye Rim dan Sang Woo tahu kalau teman mereka ada yang hilang.

“Itu tidak penting,” kata Ye Rim. “Mungkin Jae Su yang akan hilang berikutnya.”

Gi Tae termangu melihat sahabatnya.


Mereka mengikuti Jae Su yang keluar dari perpustakaan. Dan diam-diam melihat Jae Su mengambil minuman daya ingat dari mesin minuman.

Setelah Jae Su pergi, mereka menghampiri mesin tersebut. Mereka baru melihat ada mesin minuman seperti itu di sekolah mereka.

Jae Su berjalan menyusuri lorong sekolah. Tasnya sedikit terbuka hingga isinya berjatuhan. Ternyata seluruh isi tas Jae Su adalah kaleng minuman daya ingat yang telah kosong. Astaga …dia minum berapa banyak?


Keesokan harinya Jae Su termangu sendirian di lapangan sekolah. Guru Han menghampirinya dan berkata sudah waktunya ujian. Dengan wajah pucat Jae Su bertanya di mana kelasnya. Guru Han tersenyum.

Ia mengantar Jae Su ke kelas. Ye Rim, Sang Woo, dan Gi Tae sudah menunggunya. Jae Su nampak kebingungan karena tidak ingat di mana mejanya. Ia hampir duduk di meja yang salah hingga Guru Han menunjuk mejanya.


Ujian terakhir sudah dilaksanakan. Jae Su pergi ke Ruang BK menemui Guru Han.

“Bapak sudah ingatkan 1 kaleng sehari,” kata Guru Han.
“Iya, tapi saya lupa.”

Guru Han berseloroh setidaknya Jae Su masih ingat untuk datang ke ruangannya. Jae Su menunjukkan tangannya yang dipenuhi berbagai hal yang harus ia ingat. Nama-nama temannya, bahkan denah menuju ruang BK.

“Kau berusaha begitu keras, Cheon Jae Su. Ujian kali ini, Bapak yakin kau ranking pertama.”

Jae Su berkata ujian sudah selesai jadi ia ingin ingatannya kembali.


“Ingatan yang hilang tidak akan bisa kembali,” kata Guru Han. “Itu sudah tercantum dalam kesepakatan kita.”

Jae Su bertanya apa yang harus ia lakukan. Guru Han berkata Jae Su bisa mempelajari semuanya, toh Jae Su bisa mengingatnya dalam sekejap.

“Tapi ada hal yang tidak bisa dipelajari…misalnya apa yang dirasakan orang-orang di sekeliling kita.”
“Apa…..itu penting?” tanya Guru Han sambil tersenyum.

Jae Su berkata sangat penting. Baginya itu sangat penting. Ia bertanya apa Guru Han bisa mengembalikan ingatannya. Pasti ada caranya, kan?

Sambil tersenyum Guru Han berkata Jae Su harus menunggu agak lama. Bukankah nanti juga Jae Su akan lupa kalau ia menginginkan ingatannya kembali? Jae Su tertegun.


Guru Han menjentikkan jarinya. Tiba-tiba Jae Su berada di halaman sekolah. Orang-orang melewatinya. Jae Su jatuh berlutut. Ia bahkan tidak ingat siapa dirinya.

Ia berdiri di depan cermin lantai bawah sekolah. Ia membaca namanya melalui badge di seragamnya. Kemudian ia membaca semua tulisan di tangannya.

“Go Gi Tae…..Go Gi Tae adalah sahabatku.”


Dengan ingatan terakhir itu…ia pergi menemui Gi Tae yang sedang bermain basket di halaman sekolah. Gi Tae sengaja menunggunya karena ia khawatir Jae Su tidak tahu jalan pulang. Jae Su berkilah ia bukan anak kecil lagi.

Mereka main basket dengan gembira. Namun Gi Tae sempat melihat tulisan di tangan Jae Su. Meski begitu ia tidak menanyakannya.

Mereka berbaring di lapangan dengan kelelahan. Gi Tae mengajak Jae Su menonton film karena ujian sudah selesai. Jae Su tidak menjawab. Ia bangkit dan berkata ia harus pergi.
Ke mana, tanya Gi Tae. Jae Su berkata masih ada hal yang belum ia selesaikan karena itu ia harus pergi. Ia mengambil tasnya dan berpamitan pada Gi Tae.

“Sampai besok ya,” kata Gi Tae.


Tapi Jae Su tidak pulang ke rumah hari itu. Guru Han bertanya mengapa Jae Su belum pulang.

“Rumah saya di mana? Siapa saya? Saya tidak tahu. Ke mana saya harus pergi?”
“Kalau begitu Bapak akan mengantarmu ke tempat di mana kau seharusnya berada.”

Mereka berjalan melewati lorong sekolah hingga tak terlihat lagi. Jae Su terperangkap dalam cermin.


Komentar:
Sekali lagi aku merinding menonton drama ini. Bukan merinding karena takut, tapi karena terkesan dengan cara penulis menyampaikan pesannya.

Aku benar-benar tidak menyangka harga yang harus dibayar Jae Su untuk ingatannya adalah ingatannya sendiri. Tadinya kupikir penulis akan membuat Jae Su kewalahan dengan semua ingatan yang ia tampung di otaknya. Tapi penulis malah membuat Jae Su melupakan apa yang “tidak penting”. Membuatku berpikir ulang mengenai apa yang penting dan tidak penting dalam hidup ini.

Jae Su yang terobsesi menjadi juara pertama, pasti sama sekali tidak terpikirkan kalau akibatnya mengerikan seperti itu.  Ketika Guru Han mengatakan ingatan yang hilang adalah ingatan yang tidak penting, mungkin Jae Su berpikir tidak ada salahnya lupa dengan hal tidak penting.

Masalahnya apakah hal yang penting dan tidak penting? Sering ngga sih kita lupa di mana menaruh suatu barang? Mungkin saat kita menaruh barang itu kita menganggapnya tidak terlalu penting atau hanya rutinitas, seperti kunci rumah, dll. Tapi ketika kita membutuhkannya, hal itu ternyata penting bukan?

Dan Jae Su menyadarinya dengan cara yang sangat menyakitkan dan sangat terlambat. Ia baru menyadari kalau sahabatnya penting baginya. Ia baru menyadari kalau ingat nama teman-teman saja tidak cukup jika ia tidak mengingat bagaimana mereka. Ia baru menyadari kalau ingatan semata tidak cukup jika tidak disertai dengan rasa dan kesan. Ia baru menyadari kalau rasa dan kesan tidak bisa dipelajari dalam sekejap mata.

Sedih rasanya saat melihat Jae Su bermain basket terakhir bersama Gi Tae. Setidaknya ia berusaha memberi ingatan dan kesan yang baik pada Gi Tae. Hanya saja ia tidak tahu kalau Gi Tae juga akan melupakannya….



Baca Info Drama Korea Lainnya:

0 Response to "Sinopsis Nightmare Teacher Episode 8"

Posting Komentar

newer older home